Hendry
STT
Hakekat
Manusia Dalam Pandangan Dunia Modern
Pengantar
Manusia adalah
mahluk yang unik. Hidup sebagai manusia tidaklah berarti kita bisa dengan mudah
mengetahui siapakah diri kita sebenarnya. Sebagai mahluk yang diberi kemampuan
untuk bertanya, kita juga selalu bertanya tentang siapakah kita, siapakah
manusia itu sebenarnya ? Ada banyak
pandangan tentang manusia, ada banyak teori, dan ada banyak versi dari berbagai
pemikiran ahli-ahli filsuf, teolog-teolog dan para ilmuwan yang ingin menjelaskan
tentang manusia itu sendiri kepada kita, kendatipun kita juga adalah manusia.
Pada pembahasan materi hari ini kelompok kami akan menguraikan tentang manusia
itu dari berbagai pandangan aliran filsafat, teori-teori, dan uraian tentang
manusia itu sendiri dalam lingkungan sosial, yang pada akhirnya nanti kami akan
memberikan evaluasi tentang bagaimana manusia itu dilihat dari sudut pandang
teologis iman Kristen.
1. Manusia Dalam Pandangan Berbagai
Aliran Filsafat
Ada
bermacam-macam pandangan aliran filsafat, yang termasuk didalamnya ialah
beberapa pemokiran dari beberapa ahli fikir dan filsuf-filsuf. Diantaranya
ialah sbb :
Ø Manusia adalah Homo
Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal
yaitu binatang yang pandai membuat alat-alat.
Ø Manusia adalah Zoon
Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain
dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ø Manusia adalah Homo
Religious, yaitu makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh
pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan
Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan
dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak
terlaksananya program-program pendidikan.[1]
Beberapa
pandangan diatas merupakan beberapa dari sekian banyak pemahaman atau pemikiran
filsafat yang lainnya tentang manusia yang tidak dimuat dalam tulisan kelompok
kami. Upaya pemahaman dan pemikiran tentang hakekat
manusia diatas sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum
mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu
sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda.
Dengan demikian sangatlah wajar bila pemahaman tentang manusia itupun
berbeda-beda.
2. Manusia
Menurut Teori Darwin
Teori
utama Darwin bahwa spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies lain yang
hidup di masa lampau dan bila diurut lebih lanjut semua spesies makhluk hidup
diturunkan dari nenek moyang umum yang sama termasuk juga manusia. Darwin
mengatakan bahwa suatu spesies mengalami perubahan secara perlahan-lahan (
evolusi ) yang akhirnya membentuk mahluk lain dengan penurunan sifat-sifat yang
diperlukan.[2]
Darwin dalam teori evolusinya
mengatakan bahwa manusia adalah keturunan kera antrpoid. Teori itu berusaha ia
buktikan dengan argumen akan kesamaan struktural antara manusia dan hewan yang
tingkatannya tinggi. Teori Darwin tentang evolusi kera ke manusia inipun
mendapat kekuatan bagi para penganut teori tersebut dengan ditemukannya
kerangka manusia yang berupa fosil-fosil dengan kerangka yang memipih dan
pelipis yang menonjol pada tahun 1856 di Nander, dekat Dusseldorf, Jerman.
Penganut-penganut teori Darwin menyatakan penemuan ini sebagai mata rantai
antara manusia dan kera. Lalu pada tahun 1890 Eugene Dubois menemukan di Jawa
sebuah species penemuan baru Pithecanthropus erectus ‘manusia kera yang tegak’.
Di sebuah gua di dekat Peking, Cina, di temukan pula Sinanthropus Pekinensis
dengan ukuran otak yang hanya setengah kali otak manusia. Kemudian ditemukan lagi banyak fosil-fosil
manusia kera yang membuat para ahli evolusi yakin bahwa penemuan ini merupakan
mata rantai yang menghubungkan manusia-kera dengan manusia yang sebenarnya.
Namun
teori ini memiliki banyak kelemahan yang di pertentangkan kebenarannya. Karena
pada kenyataanya garis keturunan antara manusia-kera dengan manusia-modern itu
sama sekali tidak diketahui. Seperti keyakinan umum pada zaman sekarang ini,
Homo sapiens sudah ada pada masa awal Pleistosen yang dimulai pada awal zaman
es. Homo sapiens hanya merupakan salah satu dari sejumlah type lain.
Alasan
mengapa manusia-kera dan sebagainya itu tidak mungkin menjadi nenek moyang
kita, ialah karena peninggalan atau fosil tulang-belulang manusia ditemukan di
lapisan-lapisan geologis pada tingkat yang sama atau di bawahnya. Tengkorak
manusia paling tua yang dikenal dalam ilmu pengetahuan, ialah yang ditemukan di
Calavaras, Amerika Utara, dan hasil penemuan di Castinedolo, Italia[3]
3. Manusia
dan Ilmu Pengetahuan
Manusia adalah mahluk yang
sesungguhnya “lebih” dari ciptaan yang lain, kendatipun ia tidak juga bisa
dipisahkan dari yang lain-lain tersebut. Manusia dikatakan lebih karena ia diberikan
otak yang lebih bisa untuk berfikir dan mampu berkarya menciptakan atau membuat
sesuatu.[4]
Dengan kemampuannya tersebut manusia bisa menciptakan teori-teori,
pemahaman-pemahaman tentang segala sesuatu yang menyangkut ciptaan yang lain
dan juga tentang dirinya sendiri, itulah yang kemudian akhirnya disebut sebagai
ilmu pengetahuan. Manusia yang memiliki kemampuan lebih untuk berfikir akhirnya
bisa menciptakan berbagai macam ilmu dan pengetahuan yang kemudian untuk
digunakan dalam menjalani hidup bersama ciptaan atau mahluk hidup lain di muka
bumi ini. Dampak dari ilmu pengetahuan secara umum dan dilihat dari segi
keseluruhan rupanya bersifat positif. Pengetahuan manusia tentang dunia dan
dirinya sendiri semakin bertambah dengan kemampuannya menciptakan ilmu
pengetahuan. Tanpa ilmu pengetahuan gejala-gejala yang muncul di dunia ini
hanya dapat dipahami secara samar-samar saja.[5]
Manusia dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju akan sangat
dimudahkan dengan teknik-teknik yang dihasilkan itu. Dengan adanya ilmu
pengetahuan maka situasi manusia lebih baik dari mahluk hidup yang lain.
Tetapi ada juga dampak negatif dari
ilmu pengetahuan tersebut. Paling mudah kita melihat adalah pengaruhnya
terhadap lingkungan hidup. Ada kemungkinan bahwa lingkungan hidup makin
diracuni dengan bahan kimia melalui limbah industri, sehingga akhirnya
pertumbuhan kehidupan di tempat-tempat tertentu sudah tidak mungkin lagi.
Dampak negatif lain juga datang dalam bentuk cara berfikir manusia sekarang ini
yang cenderung bisa merugikan dirinya sendiri.
Dari fakta-fakta diatas, kita secara
sederhana dapat melihat bahwa manusia yang dikaruniakan cara berfikir yang
lebih dari mahluk lain telah menciptakan suatu hal besar, yakni ilmu
pengetahuan bukan sebaliknya. Ilmu pengetahuan diciptakan oleh manusia untuk
lebih mudah meresapi alam, lingkungan sosialnya dan dirinya sendiri. Jadi
sebagai seorang manusia pandai-pandailah kita menyikapi ilmu pengetahuan yang
telah kita buat tersebut.
4. Manusia
Sebagai Mahkluk Sosial
Sedari kecil manusia sudah menjadi
bagian suatu dunia bersama, yakni melalui pergaulan. Pada seorang bayi pengaruh
pergaulan masih belum begitu nyata; si bayi itu sebagian besar mengikuti
perangsang biologis dan emosional. Tetapi berkat pergaulan dengan ibu, kemudian
juga dengan ayah, saudara, tetangga, guru-guru anak itu belajar bergaul dengan
cara yang khas bagi kelompok yang di dalamnya ia dibesarkan. Belajar hidup
bersama dalam suatu kelompok yang disebut proses sosialisasi.
Proses sosialisasi berlangsung
melalui suatu komunikasi yang intensif dengan adat-istiadat dan nilai-nilai
kebudayaan yang dipegang oleh orang yang hidup bersama dalam suatu kelompok
tertentu. Tiap-tiap orang lahir dalam suatu kelompok tertentu dan menjadi
mahkluk sosial dengan menurut tradisi kelompok tersebut.[6]
Diatas merupakan suatu fakta bahwa manusia
hidup berdampingan dengan orang lain dan seluruh ciptaan yang lain. Manusia
tidak hidup bergantung dengan dirinya sendiri tetapi juga membutuhkan orang
lain dan ciptaan yang lain, karena itulah manusia dikatakan sebagai mahluk
sosial. Maka sebagai mahluk sosial manusia haruslah memiliki sikap dasar yaitu
sikap yang memandang orang lain juga merupakan suatu pribadi, sikap ini bisa
dikatakan ialah sikap saling menghormati. Sikap saling menghormati ini
merupakan langkah yang harus kita tempuh untuk mencapai penerimaan dari yang
lain, yang berarti itu kemudian mengesahkan kita sebagai mahluk yang diterima,
dihargai dan dibutuhkan oleh sesama ciptaan, disitulah peran kita sebagai
manusia yang adalah mahluk sosial.
Evaluasi
:
Kami telah memperkenalkan dalam
beberapa uraian mengenai manusia yang dilihat dari buah pemikiran manusia itu
sendiri, yaitu dari pandangan ilmu-ilmu filsafat, teori-teori oleh ahli atau
ilmuwan dan juga kedudukan manusia itu
dalam lingkupan ilmu pengetahuan dan juga lingkungan sosialnya. Dalam bagian
ini kami akan menguraikan siapakah sesungguhnya manusia itu dari sudut pandang
teologis kristiani nan Alkitabiah. Dalam Alkitab manusia tidak dibicarakan
secara tersendiri, disitu ia selalu dihubungkan dengan Allah.[7]
Manusia, menurut kesaksian Alkitab
adalah ciptaan Allah, ( Kej 1 : 27 ).
Sebagai ciptaan Allah ia tidak sama dengan Allah. Manusia diciptakan sebagai
mahluk. Walaupun demikian manusia tidak sama dengan mahluk yang lain, manusia
tidak berasal dari binatang-binatang. Dalam Alkitab dikatakan bahwa manusia
ditempatkan oleh Allah di atas mahluk-mahluk yang lain, yang berarti manusia
itu diciptakan istimewa dan bukan sempurna. Sekarang kita bisa lebih memahami
bahwa Allah yang datang ke dunia yang sudah Ia ciptakan lebih dulu, dan
kemudian membentuk suatu mahluk yang bernama manusia dari debu dan tanah, yang
kemudian nafas-Nya ( nafas kehidupan) sendiri dihembuskan kedalam manusia itu
sehingga menjadi mahluk hidup.
Alkitab bercerita tentang Alkitab
dengan realistis, manusia dibuat dari debu dan tanah. Jadi bagaimanapun
pandangan tentang manusia, kesaksian yang ada dalam Alkitab menurut kelompok
kami adalah sebuah kesaksian yang riil. Dimana sesungguhnya kedalam kefanaan
manusia Allah menghembuskan nafas hidup yang memampukan manusia untuk menjadi
yang lebih istimewa dari ciptaan yang lain karena citera Allah ada dalam diri
manusia.
Tetapi dengan melihat kesaksian itu
pula, hendaklah sebagai manusia kita wajib menyadari kefanaan kita, dari mana
kita berasal, dan menggunakan nafas hidup yang telah dihembuskan itu dengan
bijaksan. Jangan pernah ada anggapan bahwa kita adalah yang paling sempurna.
Karena semua hal yang ada dalam diri kita pada saatnya nanti akan kembali
bersama nafas hidup yang dihembuskan itu kepada pemiliknya yaitu Allah. Alkitab
mengatakan hal itu “Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan Roh kembali kepada
Allah yang mengaruniakannya” Pengkhotbah
12 : 7. Dengan demikian, berlaku bijaklah hidup sebagai manusia selagi
nafas hidup itu masih ada pada kita.
[1] http://yayanmafiozo35.blogspot.com/2012/04/hakekat-manusia-dalam-pandangan.htmlhttp://grelovejogja.wordpress.com/2007/12/03/teori-evolusi-charles-darwin
[2] Bdk. Louis Berkhof, TEOLOGI SISTEMATIKA DOKTRIN MANUSIA (Jakarta
: 1994, Lembaga Reformed Injili Indonesia ) hal 13.
[3]
H. Enoch, Evolusi atau Penciptaan
Hal. 87-88
[4]
Bdk. Theo Huijbers, Manusia Merenungkan
Dunianya, hal 40-43
[5]
Ibid, 69
[6]
Ibid, hal 43-44
[7]
Bdk. CH ABINENO, Manusia dan Sesamanya
Didalam Dunia, hal 33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar